Nah gantilah pelek balok jadi almunium jeruji, maka bobot roda menjadi lebih ringan. Itu telah diuji dengan logika yang namanya dynotest oleh RAT MotorSport di Jln. Juanda 17, Sidoarjo, Jatim.
“Berat roda adalah satu kesatuan dengan berat kendaraan (termasuk bobot rider) dan epeknya. Roda berputar akan menghasilkan perkalian antara berat dan pergerakan rotasi,” jelas Swega dengan nada sumringah lantaran sejak makin terkenal beli dynotest sendiri. Wkwkwkw
Ilustrasi lebih lanjut, bayangkan brosist mengangkat beban 30 kg, lalu ikat dengan rantai dan ayunkan berputar, pasti susah. Butuh tenaga yang lebih besar untuk memutarnya! Belum lagi sumbu roda, semakin panjang sumbunnya, kian beraaaatttt dan nahaaaannn mesin motor bekerja. Hasilnya akan berbeda dengan meringankan bobot pelek. Tidak heran dan memang nggak perlu heran karena memang logika, ketika motor balap MotoGP aplikasi pelek yang ringan dari titanium aloy.
Intinya, roda motor ringan, tenaga dari mesin enteng memutarnya. Bukan hanya itu, suspensi juga bekerja ringan untuk menekan roda dengan baik ke aspal. Roda yang ringan juga mampu meningkatkan torsi. Sehingga pada motor bermesin kapasitas kecil, akselerasinya lebih reaktif. Dijamin badan sampeyan seperti ditarik-tarik. Tapi jangan sampai ditarik ke rumah sakit, tetap hati-hati bro.
Diuji pada dynotest dengan Kawasaki Ninja 150 SS standard pabrik. "Ninja ini hanya pakai knalpot WRX, power di roda ketika didyno tanpa jetting karbu, dapat 27 dk. Lantas coba ganti pelek TK Racing jari-jari diameter 17 inci dengan ban yang biasa dipakai roadrace dalam negeri, wow!!! Tenaga kontan naik 3,5 dk. Itu hampir 15% secara instan,” yakin Swega.
Dari yang sebelumnya 27 dk/10,000 rpm, dan torsi 19,54 Nm pada 9.500 rpm, langsung seketika disulap menjadi 30,3 pada 11,800 rpm dan torsi 21,18 Nm tetap 9.500 Rpm. Gilanya nih akselerasi dari 6,000 rpm ke-12,000 rpm terpangkas 0,5 detik.
Sumber : maniakmotor.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar