Kalau dibilang cocok-cocokan oli sama mesin ada benarnya. Jika olinya murahan, sidah pasti mutunya murahan. Ditambah biarpun tahun dan tipe motor yang sama, tapi cara perawatan beda-beda tentunya. Cara berkendara memerlakukan mesin juga ikut berpengaruh.
Ciri umum bila oli cocok, indikator pertama yaitu suara mesin yang halus. Halus dalam artian spesifikasi oli mesin sesuai yang tertera di buku manual motor seperti SAE-nya. “Disesuaikan juga dengan tahun produksi motor dan jenis rute yang dilewati. Tanya saja pada khusus toko Oli, mereka sudah trening produsen oli soal edukasi tersebut,” kata Hardi yang mantan kepala mekanik benkel resmi Yamaha dari Radio Dalam, Jakarta Selatan.
Suara mesin hanya indikasi pertama, masih ada lanjutannya yaitu putaran mesin yang ringan dan responsif. Jika oli cocok, bohong bila tidak akan merasakan hal di atas. Mesti diperhatikan juga suhu mesin stabil atau tidak. Mesin juga akan menjadi cepat panas jika olinya nggak cocok, misal dipantenkan pabrik SAE 20W-40, eh malah diisi di luar dari petunjuk tersebut atau lebih kental. Tak peduli oli terkenal. Kolo terkenal sesuai anjuran, ah itu lebih mantap.
Memang berisiknya hilang, tapi mesin jadi berat dan panas. Bila mesin panas berlebihan terus menerus, justru memecah komposisi melekul oli. Ia akan mudah melepaskan partikel karbon, “Seiring waktu jelas akan menumpuk dan membentuk endapan lumpur (sludge),” tambah Hardi.
Ciri terakhir, penguapan oli yang minim. Semahal-mahal oli dengan mutu tinggi, tetap akan menguap oleh gesekan, gerakkan dan panas. Namanya juga caran. Bila penguapannya masih batas toleransi, ndak masalah. Tapi, bila 900 cc dan spidometer baru 1.000 km sudah menguap 200 cc, itu tandanya oli nggak cocok. Macam mana, bila 5.000 km kemudian, bisa-bisa kosong bak olinya saat ganti oli periode berikutnya. Idealnya penguapan oli hanya 5-7 persen sampai batas penggantiannya.
Sumber : maniakmotor.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar